coping stress

I.                   PENDAHULUAN
Sepertinya kehidupan modern merupakan sumber  bermacam gangguan stress. Para ahli telah banyak meneliti masalah stress,terutama yang bertalian dengan situasi dan kondisi hidup.
Stres dapat memberikan stimulus terhadap perkembang dan pertumbuhan, dan dalam hal ini stress adalah hal positif dan diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak stress dapat menimbulkan gangguan-gangguan seperti, penyesuaian yang buruk, penyakit fisik danketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap hubungan antara peristiwa kehidupan yang menegangkan atau penuh stress dengan berbagaikelainan fisikdan psikiatrik (Yatkin & Labban, 1992).
Dewasa ini proses terhadap stres menjadi pedoman untuk membangun coping stress. Secara umum stres dapat diatasi dengan melakukan transaksi dengan lingkungan dimana hubungan transaksi ini merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan dengan melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.[1]

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Yang Dimaksud Dengan Coping Stres?
B.     Apa Saja Macam-macam Coping Stres?
C.     Apa Saja Faktor yang mempengaruhi Strategi Coping?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Coping Stres
Pengertian coping stress menurut Taylor (dalam Smet, 1994) adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful.
Menurut Lazarus (1996) coping stress adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khusus dan konflik diantaranya yang dinilai individu sebagai beban dan melampaui batas kemampuan individu tersebut. Individu akan memberikan reaksi yang berbeda untuk mengatasi stres.
Berdasarkan pendapat para ahli  di atas, dapat disimpulkan bahwa Coping Stres adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stress yang ditimbulkan oleh sumber stres yan dianggap membebani individu.[2]
B.     Macam-macam Coping Stres
Coping stress dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1.      Coping Negatif
Menurut Weitten Lloyd coping negatif meliputi beberapa hal. Pertama, giving up (withdraw), melarikan diri dari kenyataan atau situasi stress. Kedua, agresif, yaitu berbagai perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik secra verbal maupun nonverbal. Ketiga, menanjakan diri sendiri (indulging yourself) dengan berperilaku konsumerisme yang berlebihan. Keempat, mencela diri sendiri (blaming yourself), yaitu mencela atau menilai negatif terhadap diri sendiri sebagai respon terhadap frustasi atu kegagalan dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. Kelima, mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), yang bentuknya seperti menolak kenyataan dengan cara melindungi diri dari suatu kenyataan yang tidak menyenangkan.
2.      Coping positif
Coping positif (konstruktif), diartikan sebagai upaya-upaya untuk menghadi situasi stress secara sehat. Coping yang positif-konstuktif ini memiliki beberapa ciri. Pertama, menghadapi masalah secara langsung, mengevaluasi alternatif secara rasional dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Kedua, menilai atau mempresepsi situasi stress didasarkan kepada pertimbangan yang rasional. Ketiga, mengendalikan diri (self control) dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
Coping yang konstruktif dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan atau metode, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Rational-Emotive Therapy
Merupakan pendekatan terapi yang memfokuskan pada upaya untuk mengubah pola berfikir klien yang irasional sehingga dapat mengurangi gangguan emosi atau perilaku mal-adaptif.
b.      Meditasi
Merupakan latihan mental untuk memfokuskan kesadaran atau perhatian dengan cara non analisis (Weiten & Lioyd, 1994). Pendekatan meditasi ini banyak bentuknya, seperti Yoga, Zein, dan Transcendental. Ketiga bentuk pendekatan meditasi tersebut berakar dari agama Hindu, Budha, dan Towa. Meditasi merupakan latihan disiplin mental yang dapat dipraktikkan dalam dua kali sehari selama 20 menit, melalui meditasi ini seseorang dapat meredam atau meredupsi kekalutan emosinya.
c.       Relaksasi
Relaksasi sebagai suatu bentuk latihan untuk menenangkan diri,menghilangkan ketegangan-ketegangan baik ketegangan fisik maupun sikis yang banyak diterapkan.[3]
d.      Mengamalkan Ajaran Agama sebagai Wujud Keimanan Kepada Tuhan
Orang yang taat beragama atau memiliki keimanan kepada Tuhan mampu mengelola hidup dan kehidupannya secara sehat, wajar, normatif, serta dapat mengahadapi situasi stress secara positif dan kontruktif.[4]
C.     Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.
a.       Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b.      Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused coping.
c.       Keterampilan Memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d.      Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
e.       Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f.       Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.[5]

IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan pendapat para ahli  di atas, dapat disimpulkan bahwa Coping Stres adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk mengurangi mentoleransi, atau mengatasi stress yang ditimbulkan oleh sumber stres yan dianggap membebani individu.
Coping stress dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1.      Ciping negatif
2.      Coping positif
Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping:
1.      Kesehatan Fisik
2.      Keyakinan atau pandangan positif
3.      Keterampilan Memecahkan masalah
4.      Keterampilan sosial
5.      Dukungan sosial
6.      Materi

V.                PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat penulis sajikan, kami sadar dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, kiranya kami penulis harapkan kritik dan saran guna memperbaiki makalah kami mendatang, dan semoga dapat memberi secercah ilmu manfaat bagi pembaca budiman.


















DAFTAR PUSTAKA

Kartini Kartono. Hygiene Mental dan Kesehatan dalam Islam. Bandung. Mandar maju. 1989
M. A. Subandi. Psikologi Agama &Kesehatan Menta. Jogyakarta: Puataka Pelajar. 2013


rikha makhsunah 121111082
sofiyuna safiqoh
siti khumaysah



[2] Kartini Kartono. Hygiene Mental dan Kesehatan dalam Islam. Bandung. Mandar maju. 1989. Hal. 243
[3] M. A. Subandi. Psikologi Agama &Kesehatan Menta. Jogyakarta: Puataka Pelajar. 2013. Hal. 123
[4]

tugas dan kewajiban dakwah



TUGAS DAN KEWAJIBAN DAKWAH

I.                   PENDAHULUAN
Tafsir al-Qur’an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al-Qur’an bertingkat-tingkat pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda, sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Jika seseorang memiliki kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang hukum. Kalau kecenderungan seseorang adalah filsafat, maka tafsir yang dihidangkannya bernuansa filosofis. Kalau studi yang diminatinya adalah bahasa, maka tafsirnya banyak berbicara tentang aspek-aspek kebahasaan. Demikian seterusnya.
Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, dan perkembangan ilmu, juga mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan al-Qur’an. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan dan kondisi yang berbeda-beda itu.

II.                AYAT AL-QUR’AN

Surat As-Syura ayat 52 :

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً مّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ الإِيمَانُ وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ‏
Artinya :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”[1]

III.             ASBABUL NUZUL
Surat as-Shura ayat di atas menceritakan tentang ragamnya wahyu turun kepada Nabi saw. Inilah tingkat penurunan wahyu dari sisi Allah kepada hamba-hambanya. Dalam proses penurunannya, bahwasanya kadang-kadang Allah dengan menghembuskan isi wahyu itu ke dada seorang Nabi, . sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban :
ان روح القدس نفث في روعي : أن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها وأجلها , فاتقوا الله وأجملوا في الطلب

Artinya : “Sesungguhnya ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan wahyu ke dadaku, bahwasanya seseorang tidak akan mati sebelum menerima lengkap rezeki dan ajalnya, maka bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan sederhanakanlah dalam permohonan.”
Firman Allah (wa kadhalika au haina ilaika ruuhanmin amrina) Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu dengan perintah Kami. Sebagaimana Allah mewahyukan kepada seluruh rasul-Nya, demikian pula Allah mewahyukan (al-Qur'an) kepada Muhammad beserta rahmad-Nya. Seputar makna ruhan pada ayat diatas, para ulama berbeda pendapat, di antara pendapat mereka adalah ruhan bermakna kenabian, rahmad dari Allah, wahyu, kitab, Jibril, dan al-Qur'an. Firman Allah (ma kunta tadri malkitabu walal iimaanu) Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu. Sebelum adanya wahyu Tuhan kepada Nabi Muhammad saw., beliau tidak mengetahui kitab apapun dan keimanan. Firman Allah (walaakin ja’alnaahu nuuran) tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya. Allah menciptakan al-Qur'an sebagai kitab pedoman yang memberikan penerangan untuk seluruh manusia. Al-Qur'an menerangi dengan penerangan yang telah Allah jelaskan di dalamnya, supaya umat manusia mengarah pada kehidupan yang benar. Firman Allah (nahdii bihii mayyasyaau min ‘abdinaa) Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami (yang bertaqwa) . Allah memberi petunjuk kepada para hambanya dengan al-Qur'an. Petunjuk itu hanya kepada para hamba-Nya yang dikehendaki dengan memberikan hidayah untuk menuju jalan yang benar. Firman Allah (wa innaka latahdii ilaa shiraathal mustaqiim) Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dalam ayat ini Allah menerangkan kepada Nabi Muhammad saw., seakan-akan Tuhan berkata kepada Nabi Muhammad saw. “Wahai Muhammad engkau benar-benar memberi petunjuk (berda’wah) menuju jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Ku (yaitu agama Islam). Jadi dari uraian tafsir surat as-Sura ayat 51-52 adalah, ada kalanya isi wahyu Allah diterima langsung oleh seorang Nabi dengan hanya mendengar kalam Ilahi tanpa dapat melihatnya sebagaimana telah dialami oleh Nabi Musa di atas Thur Sina. Allah dapat pula menurunkan wahyunya kepada seorang Rasul dengan mengutus seorang malaikat, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. tatkala didatangi oleh malaikat jibril yang menjelma sebagai seorang pria untuk menyampaikan wahyu Allah kepadanya. Selanjutnya, Allah berfirman, “Dan demikianlah Kami telah menurunkan kepadamu hai Muhammad, wahyu al-Qur'an yang merupakan cahaya bagimu untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Ku ke jalan yang lurus, jalan yang dikehendaki dan diridhai Allah, Tuhan yang memiliki kerajaan langit dan bumi dan kepadanya kembali segala urusan.[2]

IV.             ARTI SECARA GLOBAL
Setelah Allah SWT menyebutkan pembagian nikmat-nikmat jasmani yang Dia berikan kepada hamba-hambanya, maka dilanjutkan dengan menyebutkan nikmat-nikmat ruhani, dan dia terangkan pula bahwa manusia itu terhalang dari tuhan mereka, karena mereka berada dalam alam materi sedang Allah terhindar dari materi. Akan tetapi barang siapa yang ditipiskan penghalangnya dan bersih jiwanya san menjadi mampu untuk berhubungan dengan alam keluhuran maka dia dapat diajak bicara oleh Tuhanya dengan salah satu diantara tiga cara berikut ini:
a.         Dia dapat merasakan pengertian-pengertian yang disampaikan ke dalam hatinya, atau dia melihat dalam mimpi sebagaimana mimpi yang dilihat oleh ibrahim as. Dimana ia menyembelih anaknya.
b.        Mendengar perkataan di balik tabir sebagaimana yang pernah yang didengar oleh nabi musa as sedang dia tidak melihat siapa yang mengajaknya berbicara. Dia benar-benar dapat mendengar pembicaraan sedang dia tidak melihat pembicaraanya.
c.         Allah mengutus kepada orang itu seorang malaikat lalu malaikat itu menyampaikan wahyu yang Allah kehendaki seperti yang diterima oleh nabi muhammad saw.
Kemudian allah menerangkan pula bahwasanya sebagaimana dia telah memberi wahyu kepada nabi-nabi sebelumnya maka Allah memberi wahyu pula kepada nabi muhammad saw berupa Al Qur’an. Sedang nabi saw tidak tau apakah Al qur’an itu dan apakah syari’at-syari’at yang dengan itu manusia diberi petunjuk dan diperbaiki keadaanya di dunia di akhirat.[3]

V.                PENJELASAN
A.    Tafsir lain
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً مّنْ أَمْرِنَا
Dan sebagaimana kami telah memberi wahyu kepada rosul-rosul kami yang lain, kami wahyukan kepadamu Al qur’an ini sebagai rahmat dari sisi kami.
Kemudian Allah swt menerangkan keadaan nabi-Nya sebelum dituruni wahnyu dengan firman-Nya :
مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ الإِيمَانُ
Sebelum mencapai umur 40 tahun, ketika masih berada di tengah kaum-kaummu, tidaklah kamu mengetahui apakah Al qur’an itu, dan apa pula rincian-rincian syari’at dan tanda-tandanya yang berada pada carayang Kami gunakan dalam menberikan wahyu kepadamu.
 وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا
Akan tetapi kami jadikan Al qur’an sebagai cahaya yang agung yang dengan itu kami tunjuki orang yang kami kehendaki mendapatkan petunjuk di antara hamba-hamba Kami, dan kami bimbing dia kepada agama yang benar.
Semakna dengan ayat ini ialah  firman Allah :
وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar menunjuki dengan cahaya tersebut orang yang hendak kamu tunjuki kepada kebenaran yang lurus.[4]
B.     Hadist
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Artinya :
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)
  مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ وراه صحيح مسلم
Rasulullah pernah bersabda: Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman”.
C.   Menurut Para Ulama
Menurut M. Natsir yang dikutip Mulkhan, pada prinsipnya, semua umat Islam adalah juru dakwah islam di tempat masing- masing sesuai dengan tingkat kecerdasannya. Namun demikian, pelaksanaan kegiatan dakwah tentu harus dipercayakan kepada korps jurudakwah yang telah menjadi ahli dalam hal ini. Hanya saja beban untuk menjalankanya wajib dipikul oleh seluruh anggota masyarakat Islam, laki-laki maupun perempuan, dengan harta benda, tenaga, dan pikirannya. la harus merasakan sebagaifardu ‘ain, suatu kewajiban yang tidak seorang muslim dan muslimah pun yang dapat terlepas dari kewajiban Jika kita lihat keadaan masyarakat kita sekarang, yang masalahnya semakin kompleks dan berat sebagai akibat dari dakwah islam.
Menurut thabathaba’i dikuatkan oleh riwayat-riwayat yang demikian banyak yang menginformasikan bahwa rasul sebagaimana memperoleh wahyu dengan perantaraan malaikat jibril, juga memperolehnya dalam keadaan tidur (mimpi), dan ini menurut ulama tersebut yang merupakan bagian kedua juga beliau memperoleh wahyu tanpa perantara sebagai mana disebut oleh para pertama. Thabathaba’i juga menyebut pendapat bahwa kat kadzalika menunjuk kepada wahyu-wahyu yang diterima  oleh para nabi yang lalu. Hanya saja menurutnya jika dipahami demikian, maka yang dimaksud dengan ruh adalah malaikat jibril atau apa yang dituliskannya dengan ar-ruh al-amin.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa mewahyukan ruh yang dimaksud ayat di atas adalah mewahyukan al qur’an. Penganut pendapat ini menguatkannya dengan firman-Nya: وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً /tetapi kami menjadikannya cahaya. Sedang di tempat lain allah melukiskan al qur’an ebagai chaya.[5]

VI.             PENUTUP
A.    Analisis
Dakwah adalah perkara besar yang agung dan utama, tak sebanding dengan segala perkara lain yang ada di dunia. Allah SWT mengutus ribuan nabi dan rosul hanya untuk perkara ini saja. Berdakwah di tengah-tengah umatnya, membacakan ayat-ayat-Nya, membangkitkan jiwa-jiwa, memberi petunjuk kepada manusia, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, dan menjelaskan kebenaran kepada mereka.[6]
Sesuai dengan ayat di atas dakwah adalah aktivitas yang sangat urgen untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia dari kehancuran dan kenistaan karena didalam ayat tersebut dijelaskan dengan berpegang teguh al qur’an akan membawa gelap keterang. Lebih dari itu, dakwah dapat menyelamatkan orang-orang yang melakukan maksiyat saja, akan tetapi juga akan menghindarkan seluruh ummat manusia dari dampak buruk akibat kemaksiyatan dan kedzaliman. Sebaliknya, jika di tengah-tengah masyarakat sudah tidak ada lagi orang yang mau berdakwah, niscaya kemaksiyatan akan merajalela, para pendzalim akan merajalela, dan Allah swt akan meratakan adzab kepada siapa saja yang ada di masyarakat tersebut. Lebih dari itu, Allah tidak akan menerima doa seseorang hingga di tengah-tengah masyarakat itu dilaksanakan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi ‘anil mungkar. Tidak hanya itu saja, jika di tengah-tengah masyarakat sudah tidak ada lagi dakwah, niscaya akan muncul kerusakan (fasad) yang akan menjadi sebab datangnya adzab dari Allah swt. Atas dasar itu, dakwah tidak boleh ditinggalkan dan diabaikan. Meninggalkan dan mengabaikan aktivitas dakwah, sama artinya dengan meninggalkan kewajiban, dan pelakunya akan dikenai siksa kelak di hari akhir.
B.     Kesimpulan
Dakwah adalah aktivitas yang sangat urgen untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia dari kehancuran dan kenistaan karena didalam ayat tersebut dijelaskan dengan berpegang teguh al qur’an akan membawa gelap keterang.
Untuk itu tujuan dan kewajiban dalam berdakwah adalah lebih dari itu, dakwah tidak hanya dapat menyelamatkan orang-orang yang melakukan maksiyat saja, akan tetapi juga akan menghindarkan seluruh ummat manusia dari dampak buruk akibat kemaksiyatan dan kedzaliman. Sebaliknya, jika di tengah-tengah masyarakat sudah tidak ada lagi orang yang mau berdakwah, niscaya kemaksiyatan akan merajalela, para pendzalim akan merajalela, dan Allah swt akan meratakan adzab kepada siapa saja yang ada di masyarakat tersebut.


[1] Ahmad mushthafa al-maraghi, terjemah tafsir al-maraghi, semrang : PT karya toha putra semarang,1993, hal:114
[2] http://asrowi-ma.blogspot.com/2012/07/tafsir-surat-asy-syuaraa-51-52.html
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang,1993, hal:115
[4] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993, hal:117
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Penerbit Lentera Hati, 2004, hal : 528