tugas dan kewajiban dakwah
TUGAS DAN KEWAJIBAN DAKWAH
I.
PENDAHULUAN
Tafsir al-Qur’an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman
Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga apa
yang dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al-Qur’an bertingkat-tingkat
pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda, sehingga apa yang dihidangkan
dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain. Jika
seseorang memiliki kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang
hukum. Kalau kecenderungan seseorang adalah filsafat, maka tafsir yang
dihidangkannya bernuansa filosofis. Kalau studi yang diminatinya adalah bahasa,
maka tafsirnya banyak berbicara tentang aspek-aspek kebahasaan. Demikian
seterusnya.
Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial,
dan perkembangan ilmu, juga mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap
pesan-pesan al-Qur’an. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan,
tingkat, kecenderungan dan kondisi yang berbeda-beda itu.
II.
AYAT AL-QUR’AN
Surat As-Syura
ayat 52 :
وَكَذَلِكَ
أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً مّنْ أَمْرِنَا مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ
وَلاَ الإِيمَانُ وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ
عِبَادِنَا وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ
Artinya :
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”[1]
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”[1]
III.
ASBABUL NUZUL
Surat as-Shura ayat di atas menceritakan tentang ragamnya wahyu turun
kepada Nabi saw. Inilah tingkat penurunan wahyu dari sisi Allah kepada
hamba-hambanya. Dalam proses penurunannya, bahwasanya kadang-kadang Allah
dengan menghembuskan isi wahyu itu ke dada seorang Nabi, . sebagaimana hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiban :
ان روح القدس نفث في روعي : أن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها وأجلها , فاتقوا
الله وأجملوا في الطلب
Artinya : “Sesungguhnya
ruh qudus (Jibril) telah menghembuskan wahyu ke dadaku, bahwasanya seseorang
tidak akan mati sebelum menerima lengkap rezeki dan ajalnya, maka bertaqwalah
kamu sekalian kepada Allah dan sederhanakanlah dalam permohonan.”
Firman Allah (wa kadhalika au haina ilaika ruuhanmin amrina) Dan
demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu dengan perintah Kami. Sebagaimana
Allah mewahyukan kepada seluruh rasul-Nya, demikian pula Allah mewahyukan
(al-Qur'an) kepada Muhammad beserta rahmad-Nya. Seputar makna ruhan pada ayat
diatas, para ulama berbeda pendapat, di antara pendapat mereka adalah ruhan
bermakna kenabian, rahmad dari Allah, wahyu, kitab, Jibril, dan al-Qur'an.
Firman Allah (ma kunta tadri malkitabu walal iimaanu) Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman
itu. Sebelum adanya wahyu Tuhan kepada Nabi Muhammad saw., beliau tidak
mengetahui kitab apapun dan keimanan. Firman Allah (walaakin ja’alnaahu nuuran)
tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya. Allah menciptakan al-Qur'an sebagai
kitab pedoman yang memberikan penerangan untuk seluruh manusia. Al-Qur'an
menerangi dengan penerangan yang telah Allah jelaskan di dalamnya, supaya umat
manusia mengarah pada kehidupan yang benar. Firman Allah (nahdii bihii
mayyasyaau min ‘abdinaa) Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di
antara hamba-hamba Kami (yang bertaqwa) . Allah memberi petunjuk kepada para
hambanya dengan al-Qur'an. Petunjuk itu hanya kepada para hamba-Nya yang
dikehendaki dengan memberikan hidayah untuk menuju jalan yang benar. Firman
Allah (wa innaka latahdii ilaa shiraathal mustaqiim) Dan sesungguhnya kamu
benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dalam ayat ini Allah
menerangkan kepada Nabi Muhammad saw., seakan-akan Tuhan berkata kepada Nabi
Muhammad saw. “Wahai Muhammad engkau benar-benar memberi petunjuk (berda’wah)
menuju jalan yang lurus kepada hamba-hamba-Ku (yaitu agama Islam). Jadi dari
uraian tafsir surat as-Sura ayat 51-52 adalah, ada kalanya isi wahyu Allah
diterima langsung oleh seorang Nabi dengan hanya mendengar kalam Ilahi tanpa
dapat melihatnya sebagaimana telah dialami oleh Nabi Musa di atas Thur Sina.
Allah dapat pula menurunkan wahyunya kepada seorang Rasul dengan mengutus
seorang malaikat, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. tatkala
didatangi oleh malaikat jibril yang menjelma sebagai seorang pria untuk
menyampaikan wahyu Allah kepadanya. Selanjutnya, Allah berfirman, “Dan
demikianlah Kami telah menurunkan kepadamu hai Muhammad, wahyu al-Qur'an yang
merupakan cahaya bagimu untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Ku ke jalan
yang lurus, jalan yang dikehendaki dan diridhai Allah, Tuhan yang memiliki
kerajaan langit dan bumi dan kepadanya kembali segala urusan.[2]
IV.
ARTI SECARA GLOBAL
Setelah Allah SWT menyebutkan pembagian nikmat-nikmat jasmani yang
Dia berikan kepada hamba-hambanya, maka dilanjutkan dengan menyebutkan
nikmat-nikmat ruhani, dan dia terangkan pula bahwa manusia itu terhalang dari
tuhan mereka, karena mereka berada dalam alam materi sedang Allah terhindar
dari materi. Akan tetapi barang siapa yang ditipiskan penghalangnya dan bersih
jiwanya san menjadi mampu untuk berhubungan dengan alam keluhuran maka dia
dapat diajak bicara oleh Tuhanya dengan salah satu diantara tiga cara berikut
ini:
a.
Dia
dapat merasakan pengertian-pengertian yang disampaikan ke dalam hatinya, atau
dia melihat dalam mimpi sebagaimana mimpi yang dilihat oleh ibrahim as. Dimana
ia menyembelih anaknya.
b.
Mendengar
perkataan di balik tabir sebagaimana yang pernah yang didengar oleh nabi musa
as sedang dia tidak melihat siapa yang mengajaknya berbicara. Dia benar-benar
dapat mendengar pembicaraan sedang dia tidak melihat pembicaraanya.
c.
Allah
mengutus kepada orang itu seorang malaikat lalu malaikat itu menyampaikan wahyu
yang Allah kehendaki seperti yang diterima oleh nabi muhammad saw.
Kemudian allah menerangkan pula bahwasanya sebagaimana dia telah
memberi wahyu kepada nabi-nabi sebelumnya maka Allah memberi wahyu pula kepada
nabi muhammad saw berupa Al Qur’an. Sedang nabi saw tidak tau apakah Al qur’an
itu dan apakah syari’at-syari’at yang dengan itu manusia diberi petunjuk dan
diperbaiki keadaanya di dunia di akhirat.[3]
V.
PENJELASAN
A.
Tafsir
lain
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحاً
مّنْ أَمْرِنَا
Dan
sebagaimana kami telah memberi wahyu kepada rosul-rosul kami yang lain, kami
wahyukan kepadamu Al qur’an ini sebagai rahmat dari sisi kami.
Kemudian Allah
swt menerangkan keadaan nabi-Nya sebelum dituruni wahnyu dengan firman-Nya :
مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ الإِيمَانُ
Sebelum
mencapai umur 40 tahun, ketika masih berada di tengah kaum-kaummu, tidaklah
kamu mengetahui apakah Al qur’an itu, dan apa pula rincian-rincian syari’at dan
tanda-tandanya yang berada pada carayang Kami gunakan dalam menberikan wahyu
kepadamu.
وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ
نُوراً نّهْدِي بِهِ مَن نّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا
Akan
tetapi kami jadikan Al qur’an sebagai cahaya yang agung yang dengan itu kami
tunjuki orang yang kami kehendaki mendapatkan petunjuk di antara hamba-hamba
Kami, dan kami bimbing dia kepada agama yang benar.
Semakna dengan
ayat ini ialah firman Allah :
وَإِنّكَ لَتَهْدِيَ إِلَىَ صِرَاطٍ مّسْتَقِيمٍ
Dan
sesungguhnya kamu benar-benar menunjuki dengan cahaya tersebut orang yang
hendak kamu tunjuki kepada kebenaran yang lurus.[4]
B.
Hadist
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Artinya :
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ وراه صحيح
مسلم
Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka
cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu,
apabila belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan
hati adalah pertanda selemah-lemah iman”.
C. Menurut Para Ulama
Menurut M. Natsir yang dikutip Mulkhan, pada
prinsipnya, semua umat Islam adalah juru dakwah
islam di tempat masing- masing
sesuai dengan tingkat kecerdasannya. Namun demikian, pelaksanaan kegiatan
dakwah tentu harus dipercayakan kepada korps jurudakwah yang telah menjadi ahli dalam hal ini. Hanya saja beban untuk
menjalankanya wajib dipikul oleh seluruh anggota masyarakat Islam, laki-laki
maupun perempuan, dengan harta benda, tenaga, dan pikirannya. la harus
merasakan sebagaifardu ‘ain, suatu kewajiban yang tidak seorang muslim dan
muslimah pun yang dapat terlepas dari kewajiban Jika kita lihat keadaan
masyarakat kita sekarang, yang masalahnya semakin kompleks dan berat sebagai
akibat dari dakwah islam.
Menurut thabathaba’i dikuatkan oleh riwayat-riwayat yang demikian banyak
yang menginformasikan bahwa rasul sebagaimana memperoleh wahyu dengan
perantaraan malaikat jibril, juga memperolehnya dalam keadaan tidur (mimpi),
dan ini menurut ulama tersebut yang merupakan bagian kedua juga beliau
memperoleh wahyu tanpa perantara sebagai mana disebut oleh para pertama.
Thabathaba’i juga menyebut pendapat bahwa kat kadzalika menunjuk kepada wahyu-wahyu
yang diterima oleh para nabi yang lalu.
Hanya saja menurutnya jika dipahami demikian, maka yang dimaksud dengan ruh
adalah malaikat jibril atau apa yang dituliskannya dengan ar-ruh al-amin.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa mewahyukan ruh yang dimaksud ayat di
atas adalah mewahyukan al qur’an. Penganut pendapat ini menguatkannya dengan
firman-Nya: وَلَـَكِن جَعَلْنَاهُ نُوراً /tetapi kami menjadikannya cahaya. Sedang
di tempat lain allah melukiskan al qur’an ebagai chaya.[5]
VI.
PENUTUP
A.
Analisis
Dakwah adalah perkara besar yang agung dan utama,
tak sebanding dengan segala perkara lain yang ada di dunia. Allah SWT mengutus
ribuan nabi dan rosul hanya untuk perkara ini saja. Berdakwah di tengah-tengah
umatnya, membacakan ayat-ayat-Nya, membangkitkan jiwa-jiwa, memberi petunjuk
kepada manusia, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, dan
menjelaskan kebenaran kepada mereka.[6]
Sesuai
dengan ayat di atas dakwah
adalah aktivitas yang sangat urgen untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia
dari kehancuran dan kenistaan karena didalam ayat tersebut dijelaskan dengan
berpegang teguh al qur’an akan membawa gelap keterang. Lebih dari itu, dakwah dapat
menyelamatkan orang-orang yang melakukan maksiyat saja, akan tetapi juga akan
menghindarkan seluruh ummat manusia dari dampak buruk akibat kemaksiyatan dan
kedzaliman. Sebaliknya, jika di tengah-tengah masyarakat sudah tidak ada lagi
orang yang mau berdakwah, niscaya kemaksiyatan akan merajalela, para pendzalim
akan merajalela, dan Allah swt akan meratakan adzab kepada siapa saja yang ada
di masyarakat tersebut. Lebih dari itu, Allah tidak akan menerima doa seseorang
hingga di tengah-tengah masyarakat itu dilaksanakan dakwah Islam dan amar
ma’ruf nahi ‘anil mungkar. Tidak hanya itu saja, jika di tengah-tengah
masyarakat sudah tidak ada lagi dakwah, niscaya akan muncul kerusakan (fasad)
yang akan menjadi sebab datangnya adzab dari Allah swt. Atas dasar itu, dakwah
tidak boleh ditinggalkan dan diabaikan. Meninggalkan dan mengabaikan aktivitas
dakwah, sama artinya dengan meninggalkan kewajiban, dan pelakunya akan dikenai
siksa kelak di hari akhir.
B. Kesimpulan
Dakwah adalah aktivitas yang sangat urgen untuk menyelamatkan
kehidupan umat manusia dari kehancuran dan kenistaan karena didalam ayat
tersebut dijelaskan dengan berpegang teguh al qur’an akan membawa gelap
keterang.
Untuk itu tujuan dan kewajiban dalam berdakwah adalah lebih dari
itu, dakwah tidak hanya dapat menyelamatkan orang-orang yang melakukan maksiyat
saja, akan tetapi juga akan menghindarkan seluruh ummat manusia dari dampak
buruk akibat kemaksiyatan dan kedzaliman. Sebaliknya, jika di tengah-tengah
masyarakat sudah tidak ada lagi orang yang mau berdakwah, niscaya kemaksiyatan
akan merajalela, para pendzalim akan merajalela, dan Allah swt akan meratakan
adzab kepada siapa saja yang ada di masyarakat tersebut.
[1] Ahmad
mushthafa al-maraghi, terjemah tafsir al-maraghi, semrang : PT karya toha putra
semarang,1993, hal:114
[2] http://asrowi-ma.blogspot.com/2012/07/tafsir-surat-asy-syuaraa-51-52.html
[3] Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT Karya Toha Putra
Semarang,1993, hal:115
[4] Ahmad Mushthafa
Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang : PT Karya Toha Putra
Semarang, 1993, hal:117
[5] M. Quraish Shihab,
Tafsir Al-Misbah, Jakarta, Penerbit Lentera Hati, 2004, hal : 528
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar