hadis bahaya lisan



HADIST TENTANG BAHAYA LISAN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Hadist
Dosen Pengampu: Bpk. Safrodin


logo.png
 










Disusun Oleh:

Rikha Makhsunah                   (121111082)




FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.                   PENDAHULUAN
Ketahuilah bahwa lisan amat besar. Tidak ada orang yang selamat dari bahayanya kecuali diam. Karena itu Rasulullah saw memuji diam dan menganjurkannya.[1] Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.
Kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb. Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk.[2]

II.                ISI
A.    Pemaparan Hadist
Hadist 1
مَنْ يَضْمَنْ لِيْ مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ اَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
 (متفق عليه من رواية سهل بن سعد)

Artinya :
“Barang siapa bisa menjaga apa yang terdapat diantara dua janggutnya dan apa yang ada diantara dua kakinya, maka aku jamin dia akan masuk surga.”
(Muttaq alaih, dari sahl bin sa’ad)[3]

Hadist 2
اِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِا لكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ ا للّهِ تَعَا لَى مَا يَظُنُّ اَ نْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ ا للّهُ لَهُ بِهَا رِ ضْوَانُهُ اِلَى يَوْمِ الْقِيَا مَةِ وَاِنَّ الرَّ جُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِا لْكَلِمَةِ مِنْ سُحْطِاللّهِ مَا يَظُنُّ اَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ ا للّهُ عَلَيْهِ بِهَا سَخَطَهُ اِلَى يَوْمِ ا لقِيَا مَةِ
Artinya :
“Sesungguhnya seseorsng yang berkata dengan perkataan yang diridhai Allah, tidaklah ia mengira bahwa perkataanya yang telah diucapkannya itu akan sampai (kepadannya) padahal Allah akan menetapkan keridhaan-Nya baginya (dengan sebab perkartaan yang diridhoin-Nya) pada hari kiamat. Dan seseorang yang berkata dengan perkataan yang dibenci Allah, tidaklah ia mengira bahwa perkataannya yang telah diucapkannya itu akan sampai (kepada dirinya) padahal Allah akan menetapkan kebencian-Nya baginya (dengan sebab perkataanya yang di benci-Nya) pada hari kiamat.”[4]
B.     Asbabul Wurud
Bahwa alqamah telah lewat dihadapan seorang laki-laki penduduk Madinah yang mempunyai kedudukan terhormat. Ia tengah duduk di pasar Madinah. Alqamah berkata: “Saudara, anda mempunyai kedudukan terhormat dan (tentunya) memiliki hak (atas berbagai fasilitas-pent). Dan saya melihat saudara dapat masuk ketengah-tengah umara (pimpinan, pejabat pemerintahan) dan berbicara dengan mereka. Saya telah mendengar Bilal Bin Kharits mengucapkan sabda Rosulullah: “Sesungguhnya seseorang yang berkata.......dan seterusnya”. Selanjutnya alkamah berkata: “perhatikan apa yang ada katakan, kedengarannya mendekati perkataan yang dilarang itu”.[5]
C.     Kandungan Hadist
Jika yang baik senantiasa melahirkan amal yang baik. Acapkali perkataan yang baik untuk tujuan ishlah-manusia atau untuk menolong orang yang teraniaya, diharapkan oleh pengucapnya pahalanya, tatapi dia tidak mengira bahwa Allah akan memperlipat gandakan pahalanya dalam semua urusannya pada hari kiamat. Allah akan menetapkan keridhaan-Nya sehingga dia tidak mendapat siksa kubur, tidak mendapat kerugian dan mendapat penderitaan lainnya. Sebaliknya orang yang berkata kasar dan jahat, ia tidak sadar bawa kebencian Allah akan menimpannya. Oleh sebab itu seyogyannya seorang muslim selalu memelihara lidahnya.[6]
1.      Berbicara sesuatu yang tidak perlu
Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst.
2.      Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)
Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini “fudhul” (kelebihan).
3.      Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)
Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma’siyat, seperti menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa.
4.      Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya. Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu’ (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain.
5.      Al Khusumah (pertengkaran)
Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara.
6.      Taqa’ur fil-kalam (menekan ucapan)
Taqa’ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri bersyaja’ dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat, selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.
7.      Berkata keji, jorok dan caci maki
Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama.
8.      La’nat (kutukan)
Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat berikut ini, yaitu : kufur, bid’ah dan fasik.
9.      Ghina’ (nyanyian) dan Syi’r (syair)
Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk pula nilainya. Hanya saja tajarrud ( menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan tercela.
10.  Al Mazah (Sendau gurau)
Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. nanti akan melawanmu”
11.  As Sukhriyyah (Ejekan) dan Istihza’( cemoohan)
Sukhriyyah berarti meremehkan orang lain dengan mengingatkan aib/kekurangannya untuk ditertawakan, baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya. Jika dilakukan tidak di hadapan orang yang bersangkutan disebut ghibah (bergunjing).
12.  Menyebarkan rahasia
Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang. Karena ia akan mengecewakan orang lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang dikenali.
13.  Janji palsu
Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang.
14.  Bohong dalam berbicara dan bersumpah
Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat yang paling busuk.
15.  Ghibah (Bergunjing)
Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: ”Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui”. Sabda Nabi: “ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para sahabat bertanya : “Jika yang diceritakan itu memang ada? Jawab Nabi : ”Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu telah mengada-ada” HR Muslim.[7]
III.             KESIMPULAN
Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.
Jika yang baik senantiasa melahirkan amal yang baik. Acapkali perkataan yang baik untuk tujuan ishlah-manusia atau untuk menolong orang yang teraniaya, diharapkan oleh pengucapnya pahalanya, tatapi dia tidak mengira bahwa Allah akan memperlipat gandakan pahalanya dalam semua urusannya pada hari kiamat. Allah akan menetapkan keridhaan-Nya sehingga dia tidak mendapat siksa kubur, tidak mendapat kerugian dan mendapat penderitaan lainnya. Sebaliknya orang yang berkata kasar dan jahat, ia tidak sadar bawa kebencian Allah akan menimpannya. Oleh sebab itu seyogyannya seorang muslim selalu memelihara lidahnya.
IV.             PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga memberikan manfaat dan khazanah ilmu pengetahuan bagi kita semua. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran kami harapkan guna memperbaiki pembuatan makalah berikutnya. Terima kasih.























DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Jakarta, 2010
Al Anafi AD Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al Husaini, Asbabul Wurud 1 Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-hadis Rasul, Jakarta: Kalam Mulia. 2011
Jaarullah, Abdullah Bin, Awas Bahaya Lidah, Jogyakarta, 2011


[1] Al Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin, hal: 246
[2] http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/bahaya-lidah-lisan.html
[3] Abdullah Bin Jaarullah, Awas Bahaya Lidah, hal: 9
[4] Ibnu Hamzah Al Husaini Al Anafi AD Damsyiqi, Asbabul Wurud 1 Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-hadis Rasul, Jakarta: Kalam Mulia. 2011. Hal: 437
[5] Ibid, hal:  438
[6] Ibid, hal: 439
[7] http://makalah-artikel.blogspot.com/2007/11/bahaya-lidah-lisan.html

0 komentar:

Posting Komentar